Menananmkan Kepatuhan Anak


Setiap orang tua pastilah mendambakan anak-anak yang patuh dan mendengarkan semua harapan dan keinginan mereka. Tapi di keseharian seringkali kita   mendengar orang tua mengeluh tentang anaknya yang masih balita begitu bandel, sering tidak patuh dan bahkan melawan. Setelah masuk SD juga sulit disuruh makan apalagi belajar, padahal itu untuk kepentingannya sendiri. Sudah masuk SMP lebih membingungkan lagi, karena anak lebih menuruti teman atau gurunya dibanding orang tua.
Anak sebenarnya tahu bahwa kita adalah orang tuanya.   Mereka juga tahu bahwa orang tua adalah orang yang berjasa mengasuh dan membesarkan mereka . Hanya ada beberapa hal yang orang tua lakukan yang membuat mereka kesulitan untuk mematuhi arahan orang-orang yang sangat mereka cintai ini. Berikut ini beberapa hal tersebut :
1. Arahan yang kurang jelas
“Sana bereskan kamar dulu!”
Bagi anak, membereskan kamar itu belum terbayang apa saja yang harus dilakukan.
Memberikan arahan kepada anak perlu kata-kata yang lebih jelas, misalnya “Adek, bereskan kamarnya dulu ya…Seprei kasurnya pasang dan rapihkan kembali, bantal simpan di sisi ujung. Buku tata kembali ke dalam rak. Mainan masukkan lagi ke kotak lalu simpan di lemari. Sapu kemudian pel lantainya.”
 2. Arahan yang sulit dikerjakan
Tugas yang sulit akan membuat anak tidak dapat melakukan dan terkesan tidak patuh.
Pastikan kita memberikan perintah yang sanggup dikerjakan oleh anak. Bagaimanapun di dalam rumah, orang tua adalah pembimbing anak. Orang tua yang mengarahkan anak untuk bisa melakukan satu demi satu keterampilan, dan sedikit demi sedikit sampai mereka mampu.
3.   Arahan yang penyampaiannya memancing anak untuk mengatakan tidak
Pemilihan kata dan nada suara yang cenderung menekan, merendahkan, memarahi, membanding-bandingkan, dan sebagainya cenderung membangkitkan sistem otak reptil yang aktif bila tubuh merasa diancam. Bila otak reptil anak aktif, maka anak melakukan perlawanan terhadap orang tua dengan mengatakan tidak, atau bentuk lain misalnya dengan lelet.
4.   Penggunaan kata jangan dan tidak yang kurang tepat
Pernah mungkin di keseharian kita menemukan anak ketika semakin dilarang malah semakin melakukan larangan. “Jangan berantakan, ya!”, eh malah berantakan. Mengapa begitu? Karena menurut kaidah bawah sadar, sebuah pernyataan negatif mengandung makna positif. (Hakim, 2010).
Kata jangan dan tidak merupakan dua kata negasi yang harus hati-hati penggunaannya. Kedua kata bisa digunakan hanya pada kasus melarang sesuatu yang benar-benar berbahaya bila dilakukan, misalnya : “Adek, Tidak boleh memegang pisau ya!”. Karena ini adalah sesuatu yang penting, maka dalam menyampaikan pun pastikan sungguh-sungguh dan serius sehingga anak benar-benar mendengarkan dan menangkap arahan kita.
Kemudian bila ada yang mempertanyakan apakah nanti si anak jadi takut memegang pisau karena kita larang, tentu arahan kita tidak semata-mata larangan tadi. Di waktu lain kita akan memberikan pemahaman tentang mengapa ia tidak boleh memenga pisau, kemudian kapan dia boleh belajar memegang, dan bahwa untuk memegang pisau anak harus ditemani orang dewasa dulu, dsb.
“Jangan buka pintu kalau kakak tidak mengenal orangnya. “. Ini adalah contoh lain penggunaan kata negatif. Dengan membiasakan penggunakan kata negasi hanya untuk yang berbahaya, tentunya itu juga membantu anak untuk membedakan mana yang merupakan area aman, dan mana yang berbahaya.
Sedangkan untuk arahan hal-hal selain yang membahayakan perlu berlatih untuk menggunakan kata positif, contoh :
a.       “Jangan malas membereskan rumah!”, kita ubah menjadi “Yuk kita setiap pagi bekerja sama membereskan rumah!”
b.    “Tidak boleh mencoret dinding.”, kita ubah menjadi “Yang mau menggambar, Bunda sediakan kertas dan papan khusus untuk dicoret-coret.”
 5.     Orang tua masih jarang mendengarkan anak dengan sungguh-sungguh
Ingin anak mendengarkan kita, maka muncul pertanyaan apakah kita suka mendengarkan mereka? Bukan hanya sekedar memasang telinga, tapi menaruh perhatian pada berbagai hal yang mereka sampaikan. Misalnya ketika mereka bertanya apakah kita sambil sibuk hanya menjawab tanpa menengok, ataukah kita selalu berusaha merespon dengan sepenuh hati. Bila ingin anak patuh, mulai dari melatih mereka untuk mendengarkan arahan orang tua.
  6.     Orang tua dimusuhi anak
Bila kita masih sering marah-marah atau menyuruh-nyuruh dengan tidak menyenangkan, tak heran bila anak tidak nyaman bahkan memusuhi. Ketika kita dimusuhi, jangankan mendekat dan mendengarkan, yang ada mereka senang bila orang tua tidak ada. Ketika kita menyuruh pun mereka sengaja justru melakukan sebaliknya.
  7.    Anak merasa tidak dicintai
Energi cinta adalah sebuah energi yang mendorong seseorang untuk melakukan berbagai kebaikan kepada orang yang memberikannya. Merasa tidak dicintai membuat seorang anak kurang energi untuk melakukan berbagai hal yang diminta orang tua. Tapi silakan coba memberikan perhatian ke anak dengan menggunakan berbagai bahasa cinta, lihatlah betapa mereka begitu lebih bersemangat menjalankan arahan yang diberikan. Contoh bahasa cinta : Menyentuh, mengusap kepala, menatap mata dengan lembut, mengucapkan kata sayang, memberi hadiah, mendengarkan, dan sebagainya.
  8.     Kurang apresiasi
Berkali sebagian orang tua lupa. Ketika anak melakukan kesalahan, orang tua berkomentar. Tapi ketika mereka melakukan sesuai arahan, apresiasi tak diberikan. Akhirnya anak merasa rendah diri dan berpikir “Kok, Aku salah terus ya”. Supaya mereka semakin bersemangat melakukan arahan, pastikan orang tua pun rajin mengapresiasi. Misalnya :”Alhamdulillah, hari ini Bunda lihat kamarnya lebih rapih”.
  9.     Perilaku orang tua tidak sesuai dengan arahan
Melarang anak merokok, tapi orang tua merokok. Melarang anak buang sampah sembarangan, tapi orang tua melempar saja sampah ke luar mobil. Anak belajar dari orang tuanya. Jadi bila ingin lebih mudah membuat anak menurut, pastikan kita sesuai dengan arahan yang diberikan.
  10.   Tidak konsisten
“Boleh berangkat sekolah kalau makannya sudah selesai ya.”. Karena anak-anak tidak selesai makan juga sedangkan ayah bunda sudah harus berangkat, akhirnya Bunda berkata “Duh, waktunya sudah mepet. Ya udah, berangkat saja dulu. Lain kali harus habis ya”. Ini adalah sebuah contoh ketidakkonsistenan yang membuat anak di keesokan harinya sulit untuk menyelesaikan makannya di pagi hari.
 Membuat anak patuh, perlu menggunakan pendekatan dan cara yang benar. Bila ada hal-hal yang membuat anak menjadi tidak patuh, maka perlu sekali kita mengintrospeksi diri karena perilaku anak adalah hasil dari bimbingan orang tua. Memperbaiki cara membimbing dan menghindari hal-hal yang membuat anak sulit patuh, merupakan tanggung jawab orang tua agar anak bisa menjadi anak yang sholeh yang taat pada orang tuanya. ZHRP
Sumber : http://rumahparenting.com/article/142405/membentuk-kepatuhan.html

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *