Masih ingatkah Anda ketika pertama kali menimang buah hati Anda? Ucapan apa yang Anda lontarkan ketika sang buah hati menangis? Tindakan apa yang anda berikan ketika sang buah hati terjatuh?
Yup. Saya yakin dan Anda pun tahu apa reaksi pertama kita ketika menimang buah hati kita. Ungkapan syukur dan pujian tak pernah terlepas dari mulut kita. Sang ayah akan bilang, “Subhanallah, gantengnya anakku!” Si ibu akan berujar, “Cakepnya anak mama!” Bahkan semua mulut orang dewasa yang melihatnya akan terpana dan mengagungkan pujian-pujian kepada Sang Maha Pencipta atas anugrahnya yang teramat besar dan berharga.
Ketika sang jabang bayi menangis, kita akan langsung mengangkatnya dan mendiamkannya. “Sayang….sayang…anak mama kenapa?” ucapan sang ibu. “Wah, jagoan ayah minta digendong ya?” ujar sang ayah. Tak pernah keluar sedikitpun ucapan kekesalan akan tangisan dan rengekan sang bayi. Semua yang terlontar adalah kata-kata indah penyejuk jiwa. Saat anak anda berjalan berjalan dan terjatuh, siapa yang disalahkan? Kalau ga kodoknya yang lari, pasti lantainya yang digebukin. Tanda sayangnya orang tua pada sang buah hati mereka.
Namun, bayi anda kini tumbuh semakin besar. Ia sudah menginjak usia anak-anak dan remaja. Di usia sekolah ini, anak anda sudah banyak melihat dan belajar dari berbagai sumber. Entah melihat lingkungan sekitar ataupun menonton tayangan-tayangan televisi. Buah hati kita yang dulunya sangat polos dan suci, kini sudah mulai terkontaminasi dengan lingkungannya. Sudah berani mencoba hal-hal yang menurut kaca mata orang tua salah. Mungkin si anak tahu bahwa apa yang dilakukannya adalah salah tapi anak adalah manusia yang penuh dengan rasa ingin tahu yang tinggi. Ia akan tahu akibat akan sesuatu ketika ia sudah membuktikannya sendiri. Itulah karakter anak-anak dan remaja.
Anak kita pun sudah mulai pandai melihat dan memperhatikan sikap dan tingkah laku kita, orang tua. Jika kita menerapkan disiplin kepada mereka, sementara kita tidak mematuhi sendiri disiplin yang kita buat, tentu hal itu akan menimbulkan pemberontakan dan ketidaksetujuan dan sikap kita tersebut. Lalu, apa tindakan orang tua? Mereka tidak terima dengan komplain anaknya, mereka tidak mau mendengarkan apa yang ada di benak dan pikiran mereka. Mereka hanya bisa mengomel dari pagi hingga petang bahkan hingga pagi lagi. Tidak ada lagi senyuman yang terhias di wajah para orang tua. Tidak ada lagi kata-kata manis terlontar dari mulut mereka. Tidak ada lagi pelukan hangat yang diberikan dari tangan-tangan lembut mereka.
Padahal, patut kita ketahui. Semakin besar anak kita, semakin besar pula keinginan untuk dihargai dan dipuji oleh kita para orang tua. Anak dan remaja adalah kelompok manusia yang sedang mencari jati diri mereka. Ketika setiap yang mereka lakukan tidak sesuai dengan keinginan orang tua, orang tua hanya bisa memarahi mereka. Tidak pernah ada waktu untuk mau mendengarkan setiap ungkapan perasaan yang ada di hati. Padahal anak kita butuh untuk didengar, butuh dihargai, butuh diajak ngobrol, butuh diperhatikan, butuh dipuji, dan butuh dimotivasi.
Jika kita sebagai orang tua menganggap bahwa mereka makhluk dewasa yang sudah sangat paham akan benar dan salah, sementara kita sendiri tidak memberikan pemahaman yang benar terhadap konsep benar dan salah itu, apakah kita berhak menyalahkan mereka? Terkadang apa yang dilakukan anak kita adalah akibat dari apa yang kita lakukan sendiri. Anak pandai mengomel karena kita memberi omelan. Anak pandai teriak, karena kita yang meneriaki mereka. Anak tak mau disiplin, karena kita pun tak mampu melakukannya. Anak tak pernah memuji karena kita tidak lagi memuji mereka. Seandainya sikap kita sebagai orang tua seperti ini terus, tidak menutup kemungkinan bahwa anak-anak kita akan bertindak yang sama di masa dewasanya kelak.
Untuk itu, kita harus mulai kembali menata diri kita dalam mendidik anak-anak kita. Kembalikan senyuman kita yang dulu terukir indah saat mereka masih bayi, ucapkan kata-kata indah dan pujian atas apapun pencapaian mereka seperti kita memujinya ketika ia baru berjalan melangkah dan berkata “mama” dan “papa” untuk pertama kali, berikan pelukan hangat saat anak-anak kita sedang sedih sehingga aliran sayang itu akan selalu terpancar dari kita untuk mereka.
Wahai Ayah dan Bunda, sudahkan Anda memberikan pujian dan pelukan hangat kepada buah hati Anda? Ataukah sudah kah Anda bilang “Mama sayang kamu” atau “Papa sayang kakak”? Jika belum, Anda bisa memulainya nanti ketika pulang bekerja. Belum ada kata terlambat wahai Ayah dan Bunda. Anak mencintai Anda seperti halnya Anda mencintai mereka. Maka, tunjukkanlah rasa cinta itu sehingga mereka pun bisa belajar bagaimana caranya mencintai.
memuji anak, perlu tapi nggak sering-sering..