Fakta : Memeluk Anak


Saat saya sedang memperhatikan jam pulang peserta didik, datanglah seorang orang tua sedang menjemput anaknya. Ibu itu menjemput anaknya yang laki-laki, kelas 2. Saya sapa beliau, “ Assalamu’alaikum bunda. Apa kabar ?” “ Oh, pak amar alhamdulillah sehat pak. Bapak gimana kabarnya? Kabarnya istri sudah melahirkan ya?” Jawabnya sekaligus memborong pertanyaan. “ Alhamdulillah seperti yang ibu lihat. Istri belum melahirkan bun. Prediksi  tiga hari lagi. Yah, mungkin maju mundur bun.” “ Iya, pak. Syukurlah. Salam buat istri kalau pulang” Pintanya.


Kemudian, saya bercakap-cakap dengannya sambil berdiri di depan perpustakaan sembari menunggu anaknya keluar dari kelas. Saya bertanya tentang perkembangan putranya terkait belajarnya, kesukaannya, apa yang tidak disukainya , kebiasaanya di pagi hari atau menjelang tidur.

Ada yang menarik dari percakapan saya dengan beliau, bahwa putra beliau anggap saja namanya Andi, suatu ketika bangun dari tidur dia pasang muka cemberut, marah. Bundanya sibuk dengan kegiatan paginya. Sang Bunda hanya melihat si Andi bangun dan meninggalkannya. Kemudian, tiba-tiba si Andi berteriak. “ Bundaaaa…!!” Kagetlah sang bunda segera menuju sumber suara. Dan dia melihat Andi marah dengan menampakkan mimik muka kesal. “ Sayang, kenapa sih, teriak-teriak panggila bunda. Andi kenapa ?” Tanya bunda sambil duduk di kasur si Andi. “ Abis, Bunda nggak memeluk aku dari tadi !” Jawab si Andi. Jawaban itu membuat sang Bunda terkejut. “ Ooohh….. minta dipeluk to sayang bunda ini. Sini, emmmm” Bunda memeluk si Andi sambil menciumnya.
Fakta di Balik Memeluk Anak
Memeluk, mencium, bercanda dengan anak adalah fitrah yang mesti dikembangkan oleh orang tua kepada anak-anaknya. Memeluk, mencium adalah salah satu bentuk realisasi mencintai mereka. Mencium dan memeluk memberikan efek positif menenangkan anak-anak yang sedang merasa galau dan gundah. Maka, sia anak merasa aman dan terlindungi. Kemudian, anak akan menunjukkan empati dan sayangnya kepada kedua orang tuanya.

Nabi Muhammad saw, memberikan contoh yang sangat baik kepada kita. Beliau selalu mencium anak-anak kecil dengan penuh kasih sayang, selalu bermain kejar-kejaran dan kuda-kudaan dengan cucu-cucunya yaitu Hasan Husain.

Lalu mengapa kita tidak senang memeluk anak bahkan saat menjelang tidur mereka?Kita baca kutipan di bawah ini :
Click for View
“Proses tumbuh kembang yang optimal dan keberhasilan anak sangat dipengaruhi oleh perhatian yang diberikan oleh orangtuanya. Tapi sangat disayangkan, berdasarkan sebuah survei terhadap 20 negara termasuk Indonesia, ada sekitar 85 persen orangtua yang tidak mempunyai waktu bagi anak-anak mereka. Sebagian besar waktu mereka dihabiskan untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan anak. Faktanya, orangtua selalu memahami pentingnya kedekatan yang terjalin antara mereka dengan anak-anak. Dapat dibuktikan dengan hasil survei tersebut yang juga mengungkapkan bahwa ada sekitar 79 persen orangtua yang berpikir jika menghabiskan waktu dengan anak merupakan kegiatan yang lebih penting daripada yang lainnya. Adanya keharusan untuk bekerja dan ekonomi yang menyebabkan mereka memiliki waktu yang kurang untuk bertemu anak. Padahal sebenarnya orangtua dan anak saling memerlukan cinta dan perhatian satu sama lain. Jika Anda harus pergi kerja pada pagi-pagi ketika anak belum bangun, dan pulang setelah anak sudah tidur, anda bisa memeluk si kecil. Jangan ragu-ragu untuk menemani mereka tidur bersama sesekali waktu karena akan bermanfaat untuk menumbuhkan perasaan sayang dan ikatan batin yang lebih kuat dengan si kecil. Ketika anak anda sedang tidur, umumnya mereka akan berada pada gelombang alpha sehingga masih ada kemungkinan bagi anak untuk mendapat rangsangan dan getaran perasaan sayang yang ditunjukan oleh orangtuanya. Cara ini akan memperkuat hubungan antara orangtua dan anak, walaupun dikerjakan di alam bawah sadar.” (sumber:www.namabayi-ku.com)

Lalu apa hubungannya dengan perang kita sebagai guru ? 
Perlu diingat, bahwa kita adalah guru. Orang tua anak-anak di sekolah. Bahkan, sebagaian dari mereka menganggap kita (guru) adalah orang tua mereka. Mengapa ? Karena, orang tua mereka sedikit memberikan perhatian kepadanya. Maka, saya pikir tidak perlu ada rasa canggung, malu dan lainnya sehingga menghalangi kita untuk menganggap mereka sebagai anak-anak kita. Kita peluk mereka, cium mereka sehingga timbul rasa dihormati, memiliki dan dilindungi. Jangan sampai, mereka bergembira dengan ketidakhadiran kita di depan mereka.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *