Rahasia Kesuksesan Pahlawan

Pahlawan…..

Saya yakin, para pahlawan itu tidak pernah berfikir ingin menjadi pahlawan. Yang terfikirkan di benak mereka adalah memberikan yang terbaik dari apa yang dimilikinya dan mengorbankan semua apa yang dimilikinya. Pangeran Diponegoro, saya yakin tidak pernah berharap ingin menjadi pahlawan kemerdekaan. Jenderal Ahmad Yani juga tidak pernah berfikir ingin menjadi pahlawan revolusi. Tetapi, sebenarnya ada apakah di balik kebesaran nama para pahlawan itu ? Ada apakah yang menyebabkan mereka mampu bertahan dari berbagai cobaan hidup ?
Suatu hari, di pelataran Makkah berkumpulah 2 generasi islam yaitu sahabat dan tabiin. Mereka adalah Abdullah bin Umar, Abdul Malik bin Marwan, Mushab bin Zubair dan Urwah bin Zubair. Keempatnya bercakap-cakap cukup serius. Bertanyalah Mush’ab bin Zubair, “ Apa cita-cita kalian ?” Tapi ketiga temannya tidak menjawab. Maka diulanginya sampai tiga kali dengan pertanyaan sama. Tetapi, ketiganya malah bertanya balik kepada Mush’ab bin Zubair, “ Lalu cita-citamu apa wahai Mush’ab ?”
Mush’ab menjawab, “ Cita-citaku sebagai muslim adalah ingin menakhlukkan Iraq. Cita-citaku sebagai pribadi ingin menikahi Sakinah binti Husain dan menikahi Aisyah binti Thalhah.” Ketiganya tersenyum semangat, seraya berkata Abdul Malik bin Marwan, “ Aku ingin menjadi khalifah”. Abdullah bin Umar menyambung, “ Aku ingin masuk syurga”. Dan Urwah bin Zubair berkata, “ Aku ingin menjadi ahli fiqih.”
Lalu apa yang terjadi kemudian ? Tidak lama dari peristiwa itu, Abdul Malik bin Marwan menjadi Khalifah umat Islam pada masa Abbasiyah. Dan beliaulah yang mengawali didirikannya kantor pos, penggunaan uang logam dan mengawali penerjemahan kitab-kitab ulama. Kemudian, Mus’ab tak lama setelah itu ikut menahlukkan Iraq dan menikah dengan Sakinah binti Husain dan Aisyah binti Thalhah. Sedangkan, Abdullah bin Umar menjadi tetangga Rasul di Syurga dan beliaulah sahabat yang paling menjaga sunnah Nabi saw. Sementara Urwah bin Zubair menjadi seorang Faqih atau ahli fiqih dan nama-nama beliau terdapat dalam kitab-kitab para ulama.
Itulah sepenggal kisah keempat pejuang muslim yang mampu menjadi pahlawan dan seorang muslim sukses. Tentunya, kita bisa mengambil beberapa keyword dari perjalanan hidup mereka sehingga menjadi orang-orang yang sukses, yaitu memiliki mimpi yang tinggi ( high dream ), berusaha sungguh-sungguh mewujudkannya ( hardwork) dan terakhir memiliki nafas yang panjang ( take a deep breath ).

Pertama, memiliki cita-cita tinggi ( high dream ).
Para pahlawan adalah pemimpi sejati. Mimpi bukanlah bunga tidur tetapi mimpi yang mewujud dalam aksi kehidupannya. Mimpi Pangeran Diponegoro adalah mengusir penjajah kristen belanda dari nusantara. Mimpi Rasulullah saw saat perang Khondak adalah menakhlukkan Persi dan Romawi. Dan sahabat Umar bin Khotob selalu bertanya kepada para sahabat saat dalam majlis ilmu, “ Apa cita-cita kalian wahai sahabatku ?” Ada sahabat yang menjawab, “ Aku bercita-cita di dalam majlis ini penuh dengan emas permata yang dengannya aku berjihad sampai menemui syahid “. Ada yang menjawab, “ Aku berharap di dalam majlis ini penuh dengan mutiara sehingga dengannya aku korbankan semuanya untuk berjihad sampai syahid di jalan Allah .“ Lalu, cita-cita saya apa ? “ Saya bercita-cita ingin menjadi guru profesional dan inspiratif.” Cita-cita anda apa ?
Kedua, Berusaha keras mewujudkannya ( Hardwork )
Mimpi, cita-cita atau visi hidup hanya akan menjadi mimpi ( utopia ) belaka jika tanpa usaha/kerja keras mewujudkannya. Cita-cita adalah rel dalam mengarahkan arah kehidupan. Dengannya semua aktivitas akan dibatasi dan terevaluasi. Thomas Alfa Edison mengatakan, “ Orang sukses itu 1% kecerdasan dan 99% keringat.” Al-Quran menyebutnya sebagai ‘Amal Sholih dan Fastabiqul Khoirot, maknanya adalah banyak beramal sholih dan selalu berkompetisi dalam beramal demi cita-cita yang diimpikan. Usaha keras adalah syarat mutlak bagi manusia yang ingin mewujudkan semua cita-citanya, karena Allah SWT tidak akan merubah nasib manusia jika manusia tidak mau berusaha keras merubahnya sendiri.
Ketiga, bernafas panjang ( Take a Deep Breath).
Saya teringat saat saya melakukan pengembaraan 4 hari pada masa aliyah di event orientasi Laksana. Saya dan teman-teman melakukan perjalanan dari daerah Leces sampai Purbolinggo, mendaki pegunungan Tengger, menuruninya dan mengarungi gurun pasir akhirnya kami harus mendaki 100 anak tangga di gunung Bromo di waktu subuh dengan balutan udara dingin yang mengigit kulit. Yang menjadi pengalaman adalah saat mendaki pegunungan Tengger. Semakin tinggi, semakin naik posisi kita di puncak gunung maka udara semakin dingin, angin terasa kuat sekali seolah-seolah ingin menerbangkan siapapun dan tentunya oksigen terasa makin menipis. Saya yakin, kami tidak akan berhasil sampai di puncak Tengger jika napas kami hanya pendek. Artinya, pengaturan napas dan dimilikinya napas yang panjang akan membuat fisik kita lebih kuat dalam menerima halang rintang yang menghalangi terwujudnya cita-cita kita. Wujud napas panjang adalah bersabar dan bersyukur. Bersabar artinya menerima dengan ikhlas dan bersyukur artinya halangan adalah tantangan yang harus ditaklukkan. Semua halangan adalah ujian sehingga kita lulus dari ujian tersebut.

Hasilnya apa ? Setelah sampai di puncak gunung maka semua terlepas bebas. Plong. Bahagia. Puas. Kesulitan dan kesusahan yang barusan dinikmati hilang begitu saja. Tapi, apakah cukup puas dengan mendaki Tengger ? Tentu tidak. Jiwa petualang dan pendaki serta pejuang adalah tidak mudah puas dengan hal yang dicapai. Lalu ? takhlukkan gunung-gunung yang lain. Saya yakin anda bisa !!

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *